Mutiara Berharga Bagi Seorang Muslim
Wednesday, April 14, 2010
Ketahuilah, Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta`ala mengutus kita ke muka bumi adalah dalam rangka menjalankan tugas yang mulia. Iaitu mempersembahkan ibadah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta`ala, menegakkan syariat-Nya, serta membenteras pelbagai kemungkaran yang selalu mengundang murka Allah Subhanahu wa Ta`ala. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman :
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku, Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dialah yang Maha Pemberi rezeki, yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.”
(Adz-Dzaariyaat:56)
Demikianlah perjalanan hidup manusia yang telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta`ala. Agar mereka menjalani aktiviti hidup ini sesuai dengan masyi’ah (kehendak)-Nya. Namun dengan kehendak Allah pulalah maka diantara manusia itu ada yang beriman lagi taat, dan ada pula yang ingkar lagi menolak untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta`ala. Ini semua merupakan bukti keadilan Allah Subhanahu wa Ta`ala terhadap segenap hamba-Nya. Dengan bukti keadilanNya Allah hendak menguji para hamba, apakah mereka benar-benar beriman kepada Allah atau sebaliknya? Dan apakah mereka akan dibiarkan mengatakan : ”Kami beriman,” lantas mereka tidak diuji?.
Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman :
”Alif Laam Miim, Apakah manusia itu mengira bahawa mereka akan dibiarkan (saja) mengatakan : “kami telah beriman“, sedang mereka tidak diuji lagi. Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar. Dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.”
(Al Ankabut : 1-3).
Dan juga Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman :
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan) : ”Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu, maka diantara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula diantaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya”
(An Nahl : 36)
Syaikh Abdurahman bin Hasan Alu Syaikh menjelaskan bahwa ayat di atas menunjukkan tentang hikmah diutusnya para rasul, iaitu untuk mendakwahi umat agar mereka beribadah kepada Allah semata dan melarang mereka dari beribadah kepada selain-Nya. Ini merupakan agama para Nabi dan Rasul, walaupun berbeza syariat mereka.
Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman :
“Untuk tiap tiap umat diantara kamu Kami berikan aturan (syariat ) dan jalan yang terang.“
(Al Maidah : 48)
(Fathul Madjid hal 29 )
Hendaklah setiap muslim mengetahui bahawa perjalanan hidup mereka di dalam mencari ridedh Allah Azza wa Jalla, tidak akan menuju kesempurnaan kecuali diteraskan dengan ilmu syariat. Maka ilmu adalah perkara yang sangat penting bagi permasalahan manusia untuk menjalankan kehidupan di dunia. Kerana ilmu merupakan sumber kehidupan jiwa dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga tidak akan sempurna dan tegak tuntutan kehidupan manusia apabila ilmu tidak lagi dijadikan pedoman dan jalan hidup mereka. Oleh kerana itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menganugerahkan ilmu bagi hati bagaikan siraman hujan yang turun ke bumi. Sebagaimana tidak ada kehidupan di muka bumi kecuali dengan turunnya hujan, maka demikian pula tidak ada kehidupan bagi hati kecuali dengan siraman ilmu.
Di dalam Al Muwaththo -karya Imam Malik- disebutkan :Lukman berkata kepada anaknya :
“Wahai anakku duduklah kamu bersama para ulama dan dekatilah mereka dengan kedua lututmu (berinteraksi dengan mereka), maka sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta`ala menghidupkan hati-hati yang mati dengan cahaya hikmah sebagaimana menghidupkan (menyuburkan) bumi dengan hujan yang lebat.”
(Kitab Al Ilmu Fadluhu wa Syarfuhu hal 228)
Oleh kerana itu, keperluan hati manusia terhadap cahaya ilmu merupakan keperluan yang mendesak. Sebagaimana keperluan bumi terhadap turunnya hujan tatkala terjadi kekeringan dan kemarau. Maka ilmu merupakan mutiara yang sangat berharga bagi setiap muslim. Kerana dengan ilmu jiwa-jiwa manusia akan hidup dan sebaliknya jiwa-jiwa mereka akan mati apabila tidak dibekali dengan ilmu.
Sebahagian orang-orang yang arif berkata : “Bukankah orang yang sakit akan mati tatkala tercegah dari makanan , minuman dan ubat-ubatan? maka dijawab : “Tentu sahaja,” Mereka mengatakan : “Demikian pula halnya dengan hati jika terhalang dari ilmu dan hikmah maka akan mati.”
Maka tepat jika dikatakan bahwa ilmu merupakan makanan dan minuman hati, serta penyembuh jiwa, kerana kehidupan hati bersandar kepada ilmu. Maka apabila ilmu telah sirna dari hati seseorang bererti hakikatnya dia telah mati. Akan tetapi dia tidak akan merasakan kematian tersebut. Orang yang hatinya telah mati ibarat seorang pemabuk yang hilang akalnya (disebabkan maksiat yang dia lakukan). (Kitab Al Ilmu Fadluhu wa Syarfuhu hal 144-145). Sesungguhnya sebab utama yang bisa merosakkan bahkan mematikan hati adalah maksiat. Jika hati semakin rosak maka cahaya tersebut akan melemah dan berkurang. Sebagian salaf berkata : “Tidaklah seseorang yang bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta`ala sehingga (menyebabkan) hilang akalnya.”
Maka tertutupnya hati manusia dari cahaya ilmu, tergantung dari peningkatan maksiat yang mereka lakukan. Jika semakin banyak dosa yang dilakukan, maka akan semakin banyak pula titik-titik hitam di hati yang tertutup dari cahaya ilmu, dan semakin sukar untuk hati ini dirsirami dengan cahaya ilmu. Sehingga menyebabkan dia termasuk dari golongan orang orang yang lalai. Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman :
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.”
(Al Muthaffifin : 14)
Sebagian salaf menafsirkan ayat tersebut, yaitu : “Dosa yang dilakukan terus menerus (dosa di atas dosa).”
Berkata Al Hasan : iaitu “Dosa di atas dosa hingga membutakan hati.” (Meriwayatkan darinya (Al Hasan) Abd Ibnu Hamid sebagaimana dalam (Ad Durul Mantsur : 8/447) (Ad Da`u wad Dawa` hal 95-96)
Oleh kerana itu hendaklah kita sebagai muslim senantiasa menjaga ilmu yang ada di dalam hati dari hal-hal yang akan memadamkannya. Disertai dengan niat yang ikhlas dan mengamalkan kandungan ilmu tersebut, serta banyak memohon keampunan kepada Allah Subhanahu wa Ta`ala. Sehingga kita bisa menepis pelbagai pengaruh dosa yang merupakan kunci kelalaian dan kejahilan manusia.
Al Imam Syafi`i pernah mengatakan :
Aku pernah mengeluh kepada Imam Waqi` tentang jeleknya hafalanku. Maka beliau membimbingku untuk meningggalkan maksiat. Dan beliau berkata : ” Ketahuilah bahwa ilmu adalah cahaya. Dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang yang bermaksiat.”
Ucapan Al Imam Syafi`i tersebut merupakan peringatan sekaligus nasihat yang bermanfaat bagi kita, jika tidak ingin kehilangan mutiara yang sangat berharga yaitu ilmu yang bermanfaat. Akhir kata, kita memohon kepada Allah agar menganugerahkan Taufik dan Hidayah-Nya, mengukuhkan iman kita dengan ilmu yang bermanfaat di dunia dan akhirat serta tidak memalingkan hati kita kepada kesesatan dan kebinasaan.
Sumber : Ust. Abdul Azis As Salafy
0 comments:
Post a Comment